rezanurse17.blogspot.com/askepstroke
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang
di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000).
Menurut europen stroke initiative (2003), Stroke atau
serangan otak (brain attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan
saraf pusat yang di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik.
Sehingga stroke di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik.
Pada stroke non hemoragik suplai
darah ke bagian otak terganggu akibat aterosklerosis atau bekuan darah
yang menyumbat pembuluh darah. Sedangkan pada stroke hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan menyebabkan darah
merembes pada area otak dan menimbulkan kerusakan.
Stroke non hemoragik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri
dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang
yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke.
Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada
sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya
tergantung bagian otak yang mana yang terkena.
Dulu memang penyakit ini di derita
oleh orang tua terutama yang berusia 60 tahun keatas, karena usia juga
merupakan salah satu faktor risiko terkena penyakit jantung dan stroke.
Namun sekarang ini ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40
tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada
orang muda perkotaan modern. (http://siti.staff.ugm.ac.id/)
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah
perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran
berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh utama di
kalangan penduduk perkotaan.
Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di
Wina, Austria, tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia terus meningkatnya
jumlah kasus stroke. Untuk pencegahannya perlu diantisipasi dengan cara
menyebarluaskan pengetahuan tentang bahaya stroke misalnya melalui media massa,
internet, seminar dan lain-lain.
Melihat
kompleknya dan komplikasi dari stroke non hemoragik, maka kelompok
mengambil judul makalah ini yaitu Stroke
Non Hemoragik untuk dapat meminimalkan dampak negatif dari stroke non
hemoragik dan sebagai kasus kelolaan kelompok dalam praktikum keperawatan
dewasa II.
B. Tujuan
Tujuan dari pada penulisan makalah
asuhan keperawatan ini ada dua macam yaitu:
1. Tujuan Umum:
Memberikan gambaran hasil asuhan
keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik.
2. Tujuan Khusus:
a. Menjelaskan konsep dasar stroke
non hemoragik yang terdiri dari pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan
komplikasi.
b. Menjelaskan hasil asuhan
keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.
c. Mengulas atau menguraikan tentang
kendala dan keberhasilan asuhan keperawatan.
BAB II
KONSEP
DASAR
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (definisi
menurut WHO).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang
di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk
, 2000).
Stroke adalah gangguan neurologi yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi dan pembuluh darah (Price,
2000).
Stroke adalah Infark dari sebagian otak
karena kekurangan aliran darah ke otak (Junaidi, 2004).
Stroke adalah gangguan fungsi otak akut
yang disebabkan terhentinya suplai darah ke otak dimana terjadi secara mendadak
dan cepat dengan gejala sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami
gangguan.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan
karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak
berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000)
stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Thrombosis
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah
thrombosis.
2. Embolisme serebral
Emboli serebral
merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a)
Katup-katup
jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b)
Myocard
infark
c)
Fibrilasi.
d)
Keadaan
aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
e)
Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Hemorargik cerebral
Pecahnya pembuluh darah serebral
dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir,
memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah :
a) Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal
dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam
pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga
mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika
intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya
diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
b) Infeksi
Peradangan juga menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak.
c) Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang
justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan
jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
d) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang
tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke
(Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko
utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme
serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang
berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh
hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang
tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang
berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada
remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk
mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara
konsumsi alkohol dengan stroke.
Faktor-faktor atau keadaan yang
memungkinkan terjadinya stroke dikelompokkan menjadi beberapa bagian
yaitu:
1.
Faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia, jenis kelamin, herediter,
ras/etnik.
2.
Faktor
resiko yang dapat dimodifikasi:
Riwayat stroke, hipertensi, penyakit
jantung, diabetes millitus, hiperkolesterol, obesitas, merokok.
C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari stroke adalah
(Baughman, C Diane.dkk,2000):
1.
Kehilangan
motorik.
2.
Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.
3.
Kehilangan
komunikasi
4.
Disfungsi
bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia
(kehilangan berbicara).
5.
Gangguan
persepsi
6.
Meliputi
disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan
perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
7.
Kerusakan
fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
8.
Disfungsi
kandung kemih, meliputi : inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat
mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat
tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental:
tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.
2. Pengaruh secara fisik: paralise,
disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan.
3. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara
tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang
terkena tanda dan gejala dapat berupa:
D. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah
dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang
kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya
dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah
robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran
darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah
meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih
lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang
peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik
pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan
walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya
curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia
otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah
pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan
jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis
dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. Pathways
Terlampir
F. Pemeriksaan Penunjang
1.
CT
Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2.
Angiografi
serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
3.
Pungsi
Lumbal
* Menunjukan adanya tekanan normal.
* Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
* Menunjukan adanya tekanan normal.
* Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4.
MRI
: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5.
Ultrasonografi
Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6.
Sinar
X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).
G. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi:
infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise:
nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy,
sakit kepala.
4. Hidrosefalus
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada stroke trombotik/emboli/ stroke non hemoragik didasarkan pada:
1. Mempertahankan perfusi jaringan serebral
secara adekuat: misalnya dengan tirah baring, monitor tekanan darah dan
tingkat kesadaran.
2. Melindungi jaringan marginal
disekitar infark.
3. Merangsang pulihnya fungsi neuron
yang mengalami kerusakan ireversibel.
4. Mencegah pembentukan bekuan darah
dan gangguan serebral lainnya, misalnya pemberian antikoagulan seperti
Dicumarol, heparin.
Sedangkan
tindakan pembedahan dilakukan untuk:
1. Mengeluarkan bekuan darah atau thrombus
dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri yang sebagian teroklusi.
3. Melakukan bypass pada arteri
yang tersumbat dengan venous graft.
Selain
yang disebutkan di atas yaitu:
1. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada
klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
2. Blood (B2)
Pengkajian
pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD>200 mmHg.
3. Brain (B3)
Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
4. Bladder (B4)
Setelah
stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan
tekhnik steril. Inkotinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5. Bowel (B5)
Didapatkan
adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. Bone (B6)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling
umum
adalah hemiplegia (paralisis
pada saah satu) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satusisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus,
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobillitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin,2004).
I. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan
keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan
baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di
rumah sakit.
1. Pengkajian primer
a.
Airway:
Pengkajian mengenai kepatenan jalan
nafas. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung,
atau yang lain.
b. Breathing:
Kaji
adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru,
pengembangan
dada.
c.
Circulation:
Meliputi
pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan.
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit,
nadi, dan
adanya perdarahan.
d. Disability:
Yang
dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
e.
Exposure
Penderita
harus dibuka seluruh pakaiannya.
2. Pengkajian skunder
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan
data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, fisiologis, social budaya, spiritual kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi, dan gaya hidup klien.
(Marillyn E. Doengus et al 2000).
Pengumpulan
data dapat meliputi :
a) Identitas klien.
Meliputi
nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam,
MRS, nomor register, dignosa medis.
b) Keluhan utama
Biasanya
didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan
stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala,
mual, muntah projektil bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang
lain.
d) Riwayat penyakit terdahulu
Adanya
riwayat hypertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktiv dan kegemukan
(Susan Martin Tucker. 1999).
e) Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana
Biasanya
ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut.
3. Pola eliminasi
Biasanya
terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise
/ hemiplegia, kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
5. Pola hubungan dan peran
Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran unutk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
7. Pola sensori dan kognitiv
Pada pola
sensori klien mengalami gangguan penglihatan atau kekaburan pandangan
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir
8. Pola reproduksi seksual
Biasanya
terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
9. Pola penanggulangan stres
Klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
10. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola tata
nilai dan kepercayaan klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
f) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Umumnya
mengalami penurunan kesadaran.
2. Suara bicara
Kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
3. TTV
TD
meningkat, denyut nadi bervariasi (takikardi/bradikardi).
4. Pemeriksaan integumen
a.
Kulit
Jika klien
kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan jika kekurangn cairan maka
turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubtus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
b. Kuku : Perlu dilihat adanya clubbing
finger, cyanosis
c.
Rambut
: Umumnya tidak ada kelainan
5. Pemeriksaan kepala dan leher :
a.
Kepala :
Bentuk mecocephal.
b. Muka : Umumnya tidak simetris
yaitu
mencong
kesalah satu sisi
c.
Leher :
Kaku kuduk jarang terjadi (satya negara. 1998).
6. Pemeriksaan dada
Pada
pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara napas tambahan, pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
7. Pemeriksaan Abdomen
Didapatkan
penurunan peristaltic usus akibat bed rewst yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
8. Pemeriksaan Inguinal, genetalia, dan
anus
Kadang
terdapat incontinensia atau retensi urine.
9. Pemeriksaan ekstremitas
Sering
didapatkan kelumpuhan pada salah satu tubuh
10. Pemeriksaan neurologis
a.
Pemeriksaan
nervus kranial
Umumnya
terdapat terdapat gangguan pada nervus kranialis VII dan XII sentral.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir
selalu terjadi kelumpuhan (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).
c.
Pemeriksaan
sensorik : Dapat terjadi hemiparesis
d. Pemeriksaan refleks
Pada pola
fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan kembali didahului dengan refeks patologis.
e.
Test
fungsi serebral
1.
Pemeriksaan tingkat kesadaran GCS
a. Respon
membuka mata Nilai 1-4
b. Respon
bicara Nilai 1-5
c. Respon
motorik Nilai 1-6
2. Daya
ingat (memori)
a.
Immediale memory/segera setelah presentasi
b. Recent memory/beberapa menit,
jam, dan hari
presentasi
c. Remote
memory/post memory beberapa tahun atau
jangka
waktu lama
3. Bicara,
kemampuan untuk menerima dan menyampaikan informasi
a. Apasia
motorik
b. Apasia
sensorik
c.
Apasia total
f.
Test
Fungsi Refleks
1. Refleks
fisiologis : Refleks kornea, pharing, cahaya, abdominal, biceps, triceps,
brachioradialis
2. Refleks
Pathologis : Refleks Babinski, Chaddock, Palmomental
g. Test Fungsi Motorik dan Fungsi
Cerebellum
1. Test
apakah pasien bisa berdiri lurus di jalan lintasan
2. Test
keseimbangan koordinasi ”Ikuti jari saya, tunjuk jari saya, tunjuk hidung
sendiri”
3. Test
tonus dan kekuatan otot
a. Test
kekuatan otot dipalpasi apakah otot terasa kenyal atau lunak.
b. Tonus
otot apakah hypotoni atau hipertoni.
c. Periksa
kekuatan otot anggota gerak atas kanan dan kiri dengan cara ;
pemeriksa
mencoba menggerakkan, sementara klien mempertahankan, dan klien yang
menggerakkan dan pemeriksa yang menahan. Memakai enam penilaian/gradasi yaitu :
0 = bila
terlihat tidak kontraksi
1 =
terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
2 = ada
gerakan pada sendi, tetapi tidak melawan gravitasi
3 = bisa
melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/melawantahanan pemeriksa/dengan
tahanan ringan.
4 = bisa
bergerak melawan tahanan sedang dari pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat
melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
J. Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah, hemoragik, vasospasme cerebral,
edema cerebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia,
flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.
3. Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan (
trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan
persepsi disebabkan oleh kecemasan).
4. Kurang perawatan diri berhubungan
dengan gangguan mobilitas fisik, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol /koordinasi otot.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan reflek menelan turun hilang rasa ujung lidah.
K. Intervensi
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan interupsi aliran darah,
hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral.
|
Tujuan keperawatan:
a. Klien dapat mempertahankan
perkusi yang normal.
b. Gangguan perfusi jaringan dapat
diatasi.
Kriteria hasil:
a. Klien tidak gelisah.
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang.
c. GCS Motorik: 6, Verbal: 5, Eye:
4
d. Pupil isokor, reflek cahaya
(+).
e.
Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit).
|
a.
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya.
b.
Anjurkan kepada klien untuk bed rest total.
c.
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap
dua jam.
d.
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
e.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
f.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
g.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
|
Rasional:
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
Rasional:
Untuk mencegah perdarahan ulang
Rasional:
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat.
Rasional:
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral.
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra cranial.
Rasional:
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Rasional:
Memperbaiki sel yang masih viable.
|
2
|
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.
|
Tujuan keperawatan:
a. Klien
mampu melaksanakan parestesia, flaksid aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi.
b. Bertambahnya kekuatan otot.
c. Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
|
a. Ubah
posisi klien tiap 2 jam.
b.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit.
c.
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
d.
Tinggikan kepala dan tangan .
e.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
|
Rasional:
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Rasional:
Memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Rasional:
Mempermudah pemenuhan oksigen ke jaringan seluruh tubuh
Rasional:
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
|
3
|
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan
penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan
neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan
oleh kecemasan).
|
Tujuan:
a.
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil:
a. Adanya perubahan kemampuan yang
nyata.
b. Tidak
terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
|
a.
Tentukan kondisi patologis klien.
b. Kaji
gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
c. Latih
klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama.
d.
Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat.
e.
Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
|
Rasional:
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
Rasional:
Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
Rasional:
Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
Rasional:
Untuk mengetahui keadaan emosi klien
Rasional:
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
|
4
|
Kurang
perawatan diri berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
control atau koordinasi otot
|
Tujuan:
a.
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
b. Klien
dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
|
a.
Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
b. Beri
motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh.
c.
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
d.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya.
e.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi .
.
|
Rasional:
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
Rasional:
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
Rasional:
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting
bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
Rasional:
Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
Rasional:
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
|
5
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun hilang
rasa ujung lidah.
|
Tujuan:
a.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
b. Pasien dapat berpartisipasi
dalam intervensi specifik untuk merangsang nafsu makan.
c. BB stabil.
d.
Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat.
|
a.
Observasi tekstur, turgor kulit.
b.
Lakukan oral hygiene.
c.
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan refleks batuk.
d.
Letakkan posisi kpala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
e.
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
f.
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
g.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan
melalui selang.
|
Rasional:
Mengetahui status nutrisi klien.
Rasional:
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
Rasional:
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
Rasional: Untuk klien lebih mudahuntuk menelan karena gaya
gravitasi
Rasional:
Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko tersedak.
Rasional:
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.
Rasional:
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal 16 Mei
2011 jam 09.00 WIB, tanggal 17 Mei 2011 jam 08.00 WIB. Penyampaian data
diperoleh dengan anamnesa dan melihat Catatan Medik pasien.
I.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Umur
: 53 Tahun
Jenis
Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
:
Alamat
:
Status
Perkawinan : Menikah
Suku/
Bangsa
:
Ruang
Rawat
:
No Register
:
Tanggal
masuk : 14
Mei 2011
Diagnosa
Medis : SNH
II.
Penanggung Jawab
Nama
: Ny. A
Umur
: 40 Tahun
Jenis
Kelamin
: Perempuan
Hubungan
Dengan Klien: Istri
III.
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan
Utama
Lemah
anggot gerak sebelah kiri
2. Riwayat
penyakit sekarang
2 hari
sebelum dirawat di RS pada waktu Tn. S di rumah, saat hendak mandi dan
mengangkat gayung tiba-tiba pasien sulit mengangkat tangan, tidak mual, tidak
muntah dan nyeri kepala tidak ada, bibir merot ke kanan oleh karena itu klien
dibawa ke RS A, dari RS tersebut kemudian klien dirujuk ke RS B
Semarang.Keluhan tersebut dialami klien saat dari rumah hingga klien pulang
dari Rumah Sakit. Klien kurang tahu penyebabnya, tiba-tiba kaki dan tangannya
sulit untuk digerakkan. Klien belum pernah menderita sakit seperti ini dan
mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus, klien sering sekali
merokok dan dalam sehari habis 2 bungkus rokok. Dari UGD RS B klien mendapat RL
20 tpm,
3. Riwayat
penyakit dahulu
1 bulan
yang lalu klien juga pernah di rawat di RS A. Klien tidak punya riwayat DM,
punya riwayat hipertensi, punya riwayat kolesterol juga.
4. Riwayat
penyakit keluarga
Menurut
klien, keluarga ada yang mempunyai riwayat Hipertensi yaitu ibunya.
Genogram
Pasien berjenis kelamin laki-laki
anak ke tiga dari 3 bersaudara, ayah pasien sudah meninggal karena usia sudah
tua, ibu klien meninggal karena stroke, pasien menikah dengan perempuan anak
pertama dari dua bersaudara, dan mempunyai 3 anak. Anak pertama perempuan,
kedua laki-laki, dan ketiga laki-laki. Pasien tinggal dengan istri mertua
perempuan dan ketiga anaknya.
1. Riwayat sosial ekonomi
Biaya perawatan ditanggung jamsostek
IV. Pola
Kesehatan Fungsional Menurut Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan
Pasien
tahu sedikit mengenai penyakit yang diderita, pasien mengatakan keadaanya ingin
segera membaik dan tidak bertambah parah.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum
dirawat, pasien makan 3x dalam sehari, dengan diit biasa. Minum air putih 6
gelas dalam sehari. Selama dirawat, klien makan 3x dalam sehari, mengalami mual
dan muntah saat pertama kali dirawat. Muntah 2x dalam 1 hari pertama. Dengan
diit rendah gula, porsi sedikit tapi sering, minum 4 gelas dalam sehari.
3. Pola aktivitas dan latihan
Klien
adalah seorang laki-laki, anak ke 3 dari 3 bersaudara, terbiasa melakukan dan
aktivitas secara mandiri sebelum mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Selama
dirawat aktivitas sehari-hari ada yang bergantung kepada keluarga, yaitu
aktivitas makan, eliminasi (BAB dan BAK), mandi.
4. Pola eliminasi
Sebelum
dirawat pola eliminasi klien dalam keadaan normal, BAB 1X dalam sehari,
BAK 3X dalam sehari. setelah dirawat BAK klien tidak ada gangguan namun
BAB ada gangguan pola yaitu klien mengatakan sudah 3 belum BAB.
5. Pola istirahat dan tidur
Sebelum
dan saat dirawat pola istirahat pasien tidak terganggu, klien tidur dari jam
22.00-05.00
6. Pola sensori dan kognitif
Sebelum
dan saat sakit pada Tn. M tidak ada penurunan kemampuan sensasi (penglihatan,
pendengaran, penghidu, pengecapan, sensasi perabaan). Klien tidak menggunakan
alat bantu mendengar ataupun kacamata saat sebelum dan saat sakit. Saat sakit
dan sebelum sakit tidak ada masalah dengan kemampuan mengingat, bicara pelo,
mulut merot ke kanan, dan memahami pesan yang diterima, klien juga mampu
mengambil keputusan yang bersifat sederhana (misalnya klien mengatakan badan
panas dan minta obat penurun panas). Persepsi terhadap nyeri yaitu: pusing atau
nyeri kepala meningkat saat duduk dan bila berbaring nyeri
berkurang,
lama keluhan = lama duduk, lokasi sumber nyeri dikepala dan tidak menyebar.
Skala: 5, keluhan dirasakan ketika berlatih duduk.
7. Pola konsep diri
Klien
terlihat kooperatif selama perawat atau petugas kesehatan melakukan pengkajian,
dan merespon pertanyaan-pertyanyaan perawat. Terkadang klien juga bertanya
tentang penyakit yang diderita.
8. Pola hubungan dengan orang lain
Hubungan
klien dengan orang lain baik, tidak ada masalah.
9. Pola reproduksi seksual
Klien
adalah seorang pria sudah menikah, dan selama dirawat belum
melakukan hubungan seksual karena adanya kelemahan anggota gerak kiri.
10. Pola mekanisme koping
Jika
klien mempunyai suatu masalah, biasanya diselesaikan dengan musyawarah, dan
sharing istri dan anaknya.
11. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Klien
adalah seorang muslim, sebelum dirawat klien melakukan sholat 5 waktu, setelah
dirawat ibadah klien terganggu karena kondisi yang lemah, dan hanya melakukan
sholat dengan posisi tidur.
V.
Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum
baik,
kesadaran komposmentis GCS 15, E4V5M6
2. Tanda-tanda vital
16/5/2011
TD
: 140/80 mmHg
S
: 36,8 ° C
N
: 88 X/Menit
RR
: 20 X/Menit
|
17/5/2011
TD:
145/90 mmHg, N:80 kali permenit,
RR:
24 kali permenit
S:
36,8°C.
|
18/5/2011
TD
: 140/80 mmHg
S
: 38,6°C
N
: 88 X/m
RR:
20 kali
|
3. Kepala : mesosefal, simetris, tidak
ada luka, dan tidak ada jejas
Rambut
: pendek, bersih
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokhor
Hidung
: simetris, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak terpasang NGT.
Telinga
: tidak ada serumen , bersih
Mulut
: keadaan selaput mukosa lembab, tidak terdapat sariawan, mulut bersih, tidak
terdapat bau mulut, tidak ada bengkak pada gusi, bibir agak kering. Leher dan
tenggorokan: tidak ada benjolan pada leher, posisi trakhea di tengah, tidak
terdapat pemasangan alat (trakeostomy), tidak ada pembesaran tonsil (inspeksi),
tidak ada nyeri waktu menelan, posisi mulut merot ke kanan.
4. Paru
Inspeksi
: simetris
Palpasi
: vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi
: sonor seluruh
lapisan paru
Auskultasi
: vesikuler ada
5. Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tak
tampak
Palpasi
: ictus cordis berada di SIC IV mid klavikula
Perkusi
: tidak ada
pembesaran jantung
Auskultasi
: bunyi jantung BJ I & BJ II
6. Abdomen
Inspeksi
: datar, tidak asites
Auskultasi
: bising usus ada 12 x/menit
Palpasi
: teraba 2 cm di bawah arkus costae, padat, rata, tepi tajam, nyeri tekan ada
Perkusi
: timpani
7. Genetalia
Tidak
terpasang Kateter
8. Ekstremitas
Kuku
bersih, turgor baik, tidak adanya edema, akral hangat, Capillary refill time
kurang dari 3 detik, kekuatan otot: tangan kanan 5 dan kaki kanan 5, tangan
kiri 3 dan kaki kiri 3. Klien bisa bergerak akan tetapi tangan kiri dan kaki
kiri tidak bisa bergerak secara maksimal( mampu menahan gravitasi tapi dengan
sentuhan jatuh), bila ingin latihan duduk klien berpegangan pada pengaman
tempat tidur dan saat duduk klien mengatakan pusing. Pada daerah tusukan infuse
(tangan sebelah kanan) tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada edema dan tidak
kemerahan.
9. Kulit
Bersih,
warna coklat kehitaman,lembab, turgor baik, tidak ada edema.
VI. Data
penunjang
Laboratorium
Hematologi 18/5/2011
Pemeriksaan
CT Scan
Terapi
16/5/2011
Infuse
RL 20 tpm
Aspilet
1x80 mg (po)
Piracetam
2x1200mg (po)
Ranitidine
2x 50 mg (iv)
|
17/5/2011
Infuse
RL 20 tpm
Aspilet
1x80 mg (po)
Piracetam
2x1200mg (po)
Ranitidine
2x 50 mg (iv)
Glicerine
10 ml (huknah) jam 13.30 WIB
|
18/5/2011
Infuse
RL 20 tpm
Aspilet
1x80 mg (po)
Piracetam
2x1200mg (po)
Ranitidine
2x 50 mg (iv)
paracetamol
500 mg jam 16.00 WIB
|
A. ANALISA
DATA
NO
DX
|
HARI, TANGGAL
|
DATA FOKUS (DO/DS)
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
TTD
|
1
|
Senin,
16/5/2011
|
DS
:
Klien
mengatakan nyeri kepala pada waktu duduk, dengan skala 5.
DO:
Tekanan
darah: 140/80 mmHg, suhu: 37 ° C, nadi: 60 kali permenit, RR: 20 kali
permenit.
Ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial. TD 140/80 mmhg
Nadi
60x/menit.
|
perubahan
perfusi jaringan serebral
|
terputusnya
aliran darah ke otak
|
|
2
|
Senin,
16/5/2011
|
DS
: kaki kiri tidak bisa digerakkan dan tangan kiri bisa sedikit digerakkan.
DO
: Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, TD: 140/80
mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
Hasil
CT scan
1.
Infark luas pada lobus temporal,
occipital, dan parietal kanan
2.
Infark pada kapsula interna crus
posterior kiri, korona radiata kanan dan kapsula eksterna kanan
|
kerusakan
mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan
kanan bisa sedikit digerakkan.
|
kerusakan
neuromoskuler, kelemahan parestesia
|
|
3
|
Selasa,
17/5/2011
|
DO
:
klien
mengatakan sudah 4 hari klien tidak bisa BAB dan minum sedikiT.
DS
:
pada
abdomen teraba massa di kuadran kiri bawah bunyi usus: 3 kali permenit.
|
gangguan
pola eliminasi (konstipasi)
|
kurangnya
cairan dan serat dalam tubuh
|
|
4
|
Rabu,
18/5/2011
|
DS
: klien mengatakan badan
panas dan minum sedikit (125 cc)
DO
: mukosa bibir agak kering dengan
TD:
140/80 mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali permenit,
RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00
ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
|
hipertermi
|
Adanya
infeksi
|
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak.
2.
kerusakan
mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan
kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler,
kelemahan parestesia.
3. gangguan pola eliminasi (konstipasi)
berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh.
4. hipertermi berhubungan dengan adanya
infeksi
C. INTERVENSI
NO
DX
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN & KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
TTD
|
1
|
perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan
terputusnya
aliran darah ke otak
|
Tujuan :
setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan tidak terjadi
perubahan perfusi jaringan serebral KH:
terpeliharanya tingkat kesadaran, menampakkan stabilisasi TTV dan tidak ada
PTIK serta peran pasien tidak menampakkan kekambuhan.
|
1.
monitor TTV
2.
Tentukan faktor-faktor
yang berhubungan dengan terjadinya pusing
3.
Bantu klien tekhnik
relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara)
4.
Pertahankan tirah
baring
5.
Berikan obat sesuai
advis dokter
|
mengetahui kondisi perkembangan klien.
mengetahui faktor yang dapat menyebabkan pusing.
mengurangi rasa pusing
mengurangi rasa pusing
membantu proses penyembuhan
|
|
6.
|
|||||
2
|
kerusakan
mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan
kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan
dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia
|
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan
klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
KH
: bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tindakan untuk
meningkatkan mobilitas.
|
1.
monitor TTV
2.
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
3.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada eksremitas yang
tidak
sakit
4.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
5.
Berikan obat sesuai advis dokter
|
mengetahui
perkembangan kondisi klien.
otot
volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
gerakan
aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
mempertahankan
otot tonus
membantu
proses penyembuhan.
|
|
3
|
gangguan
pola eliminasi (konstipasi) berhubungan
dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh
|
Tujuan :
setelah
diberikan tindakan keperawatan selama 1 kali 1 jam, diharapkan klien dapat
BAB KH :
tidak
teraba massa pada abdomen
|
1. monitor TTV
2. Anjurkan klien untuk sering minum air putih.
3. Anjurkan klien untuk makan makanan berserat
4. Berikan huknah gliserin
|
untuk
mengetahui perkembangan kondisi klien
supaya
masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi
karena
diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
untuk
membantu mempermudah BAB.
|
|
4
|
hipertermi
berhubungan dengan adanya infeksi
|
Tujuan :
setelah
diberikan tindakan keperawatan selama satu kali 5 jam, diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan KH:
suhu
badan antara 36-37 0C
|
1. monitor TTV
2. Berikan kompres air biasa
3. Anjurkan untuk memakai baju yang tipis.
4. Anjurkan klien sering minum air putih yaitu
5. Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500
mg
|
mengetahui
perkembangan kondisi klien.
untuk
menurukan panas
membantu
menurunkan panas badan
untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan membantu menurunkan panas
untuk
membantu proses penyembuhan
|
D. IMPLEMENTASI
HARI, TANGGAL
|
JAM
|
NO DX
|
IMPLEMENTASI
|
RESPON KLIEN
|
TTD
|
Senin,
16/5/2011
|
09.00
|
1
|
memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
|
10.00
|
1
|
Melakukan
gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O
: klien kooperatif
|
||
14.00
|
1
|
Memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
||
Selasa,
17/5/2011
|
09.00
|
1
|
memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
|
09.30
|
1
|
Melakukan
gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O
: klien kooperatif
|
||
10.00
|
1
|
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh
fisioterapis
O
: klien kooperatif
|
||
Rabu,
18/5/2011
|
09.00
|
1
|
memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
|
09.30
|
1
|
Melakukan
gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O
: klien kooperatif
|
||
10.00
|
1
|
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh
fisioterapis
O
: klien kooperatif
|
||
17.00
|
1
|
monitor
TTV
|
TD
: 140/80 mmHg
S
: 38,6°C
N
: 88 X/m
RR:
20 kali
|
||
Kamis
19/5/2011
|
09.00
|
1
|
memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
|
10.00
|
1
|
Melakukan
gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O
: klien kooperatif
|
||
10.30
|
1
|
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh
fisioterapis
O
: klien kooperatif
|
||
13.00
|
1
|
Memberikan
obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per
oral, ranitidine, 1x50 mg iv)
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
||
Jumat
20/5/2011
|
09.00
|
1
|
memonitor
TTV
|
S
: -
O
: TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
|
|
10.00
|
1
|
Melakukan
gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O
: klien kooperatif
|
||
10.30
|
1
|
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
|
S
: klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh
fisioterapis
O
: klien kooperatif
|
||
13.00
|
1
|
Memberikan
obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per
oral, ranitidine, 1x50 mg iv)
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
||
Senin,
16/5/2011
|
11.30
|
2
|
Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya pusing
|
S
: klien mengatakan bahwa kepalanya pusing dengan skala 5
O
: klien tampak kesakitan
|
|
12.00
|
2
|
Memberikan
obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)
|
S
: klien menanyakan obat apa itu?
O
: klien kooperatif dan meminum obatnya
|
||
13.00
|
2
|
Mempertahankan tirah baring
|
S
: klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O
: klien tampak menahan sakit
|
||
Selasa,
17/5/2011
|
11.00
|
2
|
Pertahankan tirah baring
|
S
: klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O
: klien tampak menahan sakit
|
|
12.00
|
2
|
Memberikan
obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)
|
S
: klien menanyakan obat apa itu?
O
: klien kooperatif dan meminum obatnya
|
||
12.30
|
2
|
Mempertahankan tirah baring
|
S
: klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O
: klien tampak menahan sakit
|
||
13.00
|
3
|
Menganjurkan
klien untuk makan makanan berserat
|
S
: klien mengatakan mau makan makanan yang berserat
O
: klien tampak gelisah
|
||
13.30
|
3
|
Memberikan
huknah gliserin
|
S
: klien mengatakan bersedia untuk di lakukan tindakan huknah
O
: klien kooperatif
|
||
Rabu,
18/5/2011
|
11.00
|
4
|
Memonitor
TTV
|
S
: -
O
: mukosa bibir agak kering dengan
TD:
140/80 mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali permenit,
RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00
ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
|
|
12.00
|
4
|
Berikan
kompres air biasa
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
||
15.00
|
4
|
Anjurkan
untuk memakai baju yang tipis.
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
||
15.30
|
4
|
Anjurkan
klien sering minum air putih yaitu
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
||
16.00
|
4
|
Kolaborasi
dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg
|
S
: -
O
: klien kooperatif
|
E. EVALUASI
NO
|
HARI, TANGGAL
|
NO. DP
|
EVALUASI
|
TTD
|
1
|
Senin,
16/5/2011
|
1
|
S
: klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau
mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O
: klien tampak tenang
A
: masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P
: lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
|
|
2
|
Kamis,
19/5/2011
|
1
|
S
: klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau
mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O
: klien tampak tenang
A
: masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P
: lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
|
|
3
|
Jumat
, 20/5/2011
|
1
|
S
: klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau
mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O
: klien tampak tenang
A
: masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P
: lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
|
|
4
|
Sabtu
, 21/5/2011
|
1
|
S
: klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau
mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O
: klien tampak tenang
A
: masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P
: lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang
sakit
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
|
|
5
|
Senin,
16/5/2011
|
2
|
S
: klien mengatakan pusing berkurang jika dalam keadaan setengah duduk dan
setelah diberi obat oleh dokter
O
: klien tampak tenang
A
: masalah perubahan perfusi jaringan serebral sebagian teratasi
P
: pertahankan intervensi (menentukan factor pusing, pertahankan tirah
baring, berikan terapi sesuai advice)
|
|
6
|
Rabu,
18/5/2011
|
2
|
S
: klien mengatakan sudah merasa panas lagi badannya
O
: suhu tubuh 36,9 ° C.
A
: masalah hipertermi teratasi
P
: lanjutkan intervensi (monitor TTV)
|
|
7
|
Selasa,
17/5/2011
|
3
|
S
: klien mengatakan setelah dilakukan huknah perut klien terasa lega dan BAB
bisa lancar
O
: klien tampak tenang
A
: masalah konstipasi teratasi
P
: pertahankan intervensi ( minum air puti yang cukup, serta makan makanan
yang berserat yang cukup)
|
|
8
|
Rabu,
18/5/2011
|
4
|
S
: klien mengatakan sudah tidak merasa demam
O
: klien tampak tenang, S : 36,8 ° C
A
: masalah hipertermi teratasi
P
: pertahankan intervensi (minm banyak, makan makanan berserat, dan kolaborasi
pemberian antipiretik jika suhu naik dan kolaborasi pemberian antibiotik)
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari, penulis
akan membahas masalah keperawatan yang muncul selama pemberian asuhan
keperawatan kepada Tn. S dengan membandingkan teori :
1. perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke otak. (Sylvia, Doengoes, Price,
2001).
Diagnosa
tersebut ditegakkan karena klien klien mengeluh nyeri kepala jika akan
duduk dengan skala 5, dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 37 ° C, nadi: 60x/menit, Respiratory Rate: 20
x/menit. Peningkatan tekanan darah yang tinggi menyebabkan ketegangan pembuluh
darah intracranial sehingga tekanan intracranial meningkat dan mendesak
jaringan otak, terdesaknya jaringan otak akan menyebabkan nyeri kepala yang
diperberat saat batuk, mengejan saat buang air besar, dan membungkuk (Barbara
C. Long, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan perfusi jaringan
adalah gangguan aliran arteri, gangguan aliran vena, masalah-masalah pertukaran
hipovolemi dan hipervolemi. Keluarga mengatakan sudah tau kalau hipertensi
adalah tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah yang tinggi akan meningkatakan
tekanan pembuluh darah ke otak sehingga mendesak organ yang lain, sehingga
kompensasi yang dirasakan adalah nyeri kepala atau kebanyakan pasien
menyebutnya dengan pusing. Kelompok memprioritaskan perubahan perfusi jaringan
serebral sebagai diagnose pertama . Adapun untuk mengatasi masalah
tersebut kelompok mengimplementasikan memonitor TTV, membantu klien
tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara),
mempertahankan tirah baring, dan memberikan obat sesuai advis
dokter. Hipertensi merupakan salah satu factor pencetus terjadinya stroke seperti
yang di alami Tn. S untuk itu harus diatasi sesuai intervensi yang ada.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai
dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit
digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa tersebut ditegakkan
karena pasien mengeluh pada ekstremitas superior dan inferior sinistra tidak
bisa digerakkan dan didapatkan data sebagai berikut :
Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan
5, tangan dan kaki kiri 3, Tekanan Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 36,8° C, Nadi: 88
kali/menit, Respiratory Rate: 20kali/menit. Tn S tampak berbaring saja di tempat
tidur, keluarga klien juga mengatakan klien pernah dirawat di RS A 1 bulan yang
lalu.
Kelompok memprioritaskan diagnosa
tersebut menjadi diagnosa kedua karena setelah diketahui adanya gangguan
mobilitas fisik bisa timbul masal ini yaitu gangguan mobilitas fisik. Adapun
untuk mengatasi masalah tersebut kelompok melaksanakan latihan ROM (Range of
Motion) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter and Perry,
2006). Pada Tn S kelompok melakukan ROM pasif.
Faktor yang mendukung terlaksananya ROM pasif ini adalah klien dan
keluarga yang kooperatif untuk diimplementasikannya ROM pasif ini.
3. Gangguan pola eliminasi (konstipasi)
berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh. (Sylvia, Doengoes,
Price, 2001).
Diagnosa
tersebut di tegakkan karena pada saat pengkajian hari Selasa 17 Mei 2010 klien
mengeluh sudah 4 hari klien belum BAB dan di dapatkan hasil pemeriksaan pada
abdomen teraba massa, bunyi usus: 3 kali permenit, tekanan darah: 145/90 mmHg,
nadi:80 kali permenit, respiratory rate: 24 kali permenit, suhu: 36,8°C.
Anamnesis
yang teliti harus dapat mendeteksi penyebab terbanyak darikonstipasi yaitu
: (1) konstipasi pasca bedah,
(2) tirah baring yangterlalu lama,
(3)
sisa barium setelah pemeriksaan barium enema, atau
(4)
obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi (misalnya : opioid,
antikholinergik). Pada penderita usia tua yang
melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan adanya dehidrasi
yang berat dan kelainan elektrolit. (http://luciamery.blogspot.com). Adapun implementasi yang
kelompok lakukan untuk mengatsi masalah ini adalah melakukan huknah gliserin,
menganjurkan asupan cairan melalui air minum secara optimal, dan menganjurkan
makan-makanan yang berserat. Factor pendukung keberhasilan dilakukannya
tindakan huknah adalah klien dan keluarga kooperatif dalam pelaksanaan huknah.
1. hipertermi berhubungan dengan adanya
infeksi (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).
Diagnosa
tersebut ditegakkan karena pada hari Rabu 18 Mei klien mengatakan badannya
panas dan minumnya sedikit serta didapatkan data mukosa bibir agak kering
dengan didapat kan hasil pemeriksaan fisik TD: 140/80 mmHg, S: 38,6°C, N : 88
kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00
ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
Dari
data diatas klien mengalami hipertermi karena adanya infeksi karena didapatkan
hasil laborat pada pemeriksaan lekosit tinggi yaitu 13,00 ribu/mmk pasien
merasa baru pada hari itu . Penyebab demam selain infeksi ialah keadaan
toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat (Gelfand, et
al, 1998). Sedangkan gangguan pada pusat regulasi suhu sentral
dapat menyebabkan peninggian temperature seperti yang terjadi pada heat stroke,
ensefalitis, perdarahan otak, koma ataugangguan sentral lainnya. Pada
perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan
peninggian temperatur (( Andreoli, et al, 1993 ) dalam pengaruh suhu tubuh
terhadap outcome penderita stroke yang Kiking Ritarwan http://library.usu.ac.id). Tindakan yang dilakukan kelompok
dalam mengatasi masalah ini adalah memberikan kompres air biasa,
menganjurkan memakai baju yang tipis, menganjurkan klien sering minum air
putih, dan melakukan kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500
mg per oral. Dan pemberian piracetam 2x120 mg per oraldalam pelaksananya
keluarga klien dank lien kooperatif dan keluarga mau melaporkan setiap keadaan
yang dialami pasien.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Stroke
nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga
suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau
jaringan otak yang disuplai.
Pada
keluarga Tuan S sebenarnya sudah menderita hipertensi dan keluarga tidak
memahami itu serta klien juga merupakan perokok sehingga hipertensi yang
merupakan factor risiko terjadinya stroke terjadi pada Tuan S, keluarga baru
menyadari adanya stroke yang terjadi pada Tn. S setelah tuan S mengalami
kelumpuhan. Kondisi klien pada masa post strok 1 bulan yang lalu adalah Tekanan
Darah 140/80 mmHg, suhu 36,8 ° C, nadi 88 X/Menit respiratory rate 20 X/Menit.
Kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3. Setelah
dilakukan asuhan keperawatan pada Tn S yaitu dengan mengimplementasikan
intervensi ROM (range of motion) pasif. Dalam hal ini kelompok menekankan bahwa
pergerakan itu penting supaya klien tidak mengalami kekakuan sendi dan kekuatan
otot tidak menurun, ROM pasif ini juga dapat dilakukan oleh keluarga pada saat
klein bearada di rumah nantinya. Kerena latihan pergerakan ini sangat penting
bagi klien yang mengalami hambatan dalam mobilisasi.
B. SARAN
1. Penerapan ROM pasif sangat perlu
diterapakan saat klien berada di rumah nantinya untuk mencegah terjadinya
kontraktur
2. Keluarga melakukan motivasi terhadap
klien untuk melaksanakan ROM pasif 3 kali sehari
NURSE ANANDA like this articles
BalasHapus